Minggu, 15 Mei 2011

"Fitrah Yang Salah"


oleh Nuruddin Al-Indunissy pada 15 Mei 2011 jam 20:40

"Fitrah adalah 'Ketetapan' Allah yang ditentukan kepada setiap umat manusia sejak awal penciptaannya yang berupa sifat atau 'kecendrungan alami' terhadap sesuatu yang akan muncul dengan sendirinya secara batinniyah tanpa pengaruh dari luar".

Seorang suami yang tidak bahagia bisa saja 'menyayangi' wanita lain dan dengan mudahnya mengatakan "Mencintai adalah Fitrah!" begitu juga istri yang tidak bahagia lalu MENCINTAI laki laki lain dibelakang suami lalu terlibat perselingkuhan dalam diam dan masih mengatakan "Ini adalah bagian dari fitrah...."

Hingga kemudian para remaja kota meyakini kisah Cinta mereka, yang kemudian bersatu dalam ikatan indah "Pacaran" itu mendefinisikan dan menjadi bagian dari Fitrah manusia yang telah ditanamkan Allah dalam penciptaan manusia?. 

Kata fitrah ini sering dijadikan pembelaan atau pembenaran saat hati seseorang terjebak sebuah perasaan, lalu dengan serta merta menghalalkannya dan mengatakan "Ini adalah Fitrah!"

Bismillahirahmanirahim.
Mari kita bahas secara terperinci.
Saya mulai dengan definisi fitrah menurut pengetahuan saya, 

Fitrah adalah 'Ketetapan' Allah yang ditentukan kepada setiap umat manusia sejak awal penciptaannya yang berupa sifat atau 'kecendrungan alami' terhadap sesuatu yang akan muncul dengan sendirinya secara batinniyah tanpa pengaruh dari luar.

Sahabat pena.
Dalam bahasa ingris, fitrah disebut a natural tendency atau sebuah kecendrungan alami. 

Dalam ilmu sosiologi, para sosiolog barat telah mendefinisikan fitrah/naluri manusia itu kepada berbagai kategori dan dewasa ini mereka terus menemukan fitrah fitrah manusia lainya hingga mereka menyimpulkan bahwa fitrah manusia itu terus tercipta dan tidak terbatas? 

Tentu saja ini adalah pemikiran serius yang salah.
Karena fitrah itu telah diciptakan Allah pada setiap jiwa dan itu tidak mengalami sebuah perubahan. 

Allah Subhana Huwwa Taala berfirman:

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui", (Qs Ar Rum 30)

Saya tertarik mengutif kembali sebuah buku yang ditulis oleh Taqiyuddin an-Nabhani yang berjudul Hakikat Berfikir. Mohon dibaca dengan teliti;

Taqiyuddin an-Nabhani mendefinisikan fitrah sebagai daya kehidupan yang mendasar.
Daya kehidupan yang mendasar - atau naluri manusia - merupakan bagian integral dari hakikat manusia yang tidak mungkin diubah (dimodifikasi), dihapus, dan dibendung. Naluri-naluri tersebut mesti ada dengan berbagai penampakannya (mazhahir, manifestations).

Realitas naluri ini berbeda dengan penampakan dari naluri itu sendiri.
Penampakan naluri bukan bagian integral dari hakikat manusia sehingga bisa diubah, dihapus, dan dibendung. Sebagai contoh, di antara penampakan naluri mempertahankan diri (gharîzah albaqâ’, survival instinct) adalah sikap mementingkan diri sendiri dan sikap mementingkan orang lain. Adalah mungkin mengubah sikap mementingkan diri sendiri menjadi sikap mementingkan orang lain. Kita pun bahkan bisa menghapus dan membendung kedua penampakan tersebut.

Contoh lain adalah kecenderungan terhadap seorang wanita disertai syahwat dan kecenderungan untuk menyayangi ibu. Keduanya merupakan penampakan dari naluri melestarikan keturunan (gharîzah an-nau‘, species instinct). Naluri manusia untuk melestarikan keturunan tidak mungkin diubah, dihapus, dan dibendung. Yang mungkin adalah mengubah, menghapus dan membendung berbagai penampakannya.

Misalkan, di antara penampakan naluri ini adalah kecenderungan kepada wanita dengan syahwat. Begitu juga kecenderungan untuk menyayangi ibu, saudara perempuan, dan anak perempuan. Adalah mungkin mengubah kecenderungan kepada wanita yang disertai syahwat dengan kecenderungan menyayangi ibu.

Artinya, rasa sayang kepada ibu akan bisa menggantikan kecenderungan kepada wanita yang disertai syahwat, sebagaimana dimungkinkan mengganti sikap mementingkan diri sendiri dengan sikap mementingkan orang lain. Sering terjadi, rasa sayang terhadap ibu mengalihkan seseorang dari kecenderungan terhadap istrinya, bahkan dari pernikahan dan hasrat seksualnya.

Sebaliknya, sering pula terjadi, hasrat seksual kepada isteri memalingkan seorang laki-laki dari rasa sayang kepada ibunya. Jadi, penampakan mana saja dari naluri melestarikan keturunan akan bisa menggantikan penampakan yang lain. Demikian juga satu penampakan bisa diubah menjadi penampakan yang lain.

Walhasil, penampakan dari suatu naluri bisa diubah, bahkan bisa dibendung dan dihapus. Ini dikarenakan naluri merupakan bagian integral dari hakikat manusia, sedangkan penampakan dari naluri itu bukan bagian integral dari hakikat
manusia.

Dari penjelasan di atas maka terbukti bahwa para ahli psikologi telah melakukan kesalahan dalam memahami naluri manusia. Mereka awalnya membatasi naluri-naluri tersebut, tetapi kemudian tidak lagi membatasinya.

Sebenarnya,
Naluri (gharâ’iz) yang ada dalam manusia hanya terdiri dari tiga jenis naluri saja, yaitu :
(1) naluri mempertahankan diri (gharîzah al-baqâ’);
(2) naluri melestarikan jenis (gharîzah an-nau‘);
(3) naluri beragama (gharîzah at-tadayyun) atau pensakralan (at-taqdis).

Manusia senantiasa berusaha untuk mempertahankan eksistensi dirinya.
Oleh karena itu, manusia mempunyai keinginan untuk memiliki sesuatu, memiliki rasa takut, terdorong untuk melakukan sesuatu, mempunyai hasrat untuk berkelompok, dan sejumlah perbuatan lainnya dalam rangka mempertahankan
eksistensi dirinya. Dengan demikian, rasa takut, kecenderungan untuk memiliki sesuatu, keberanian, dan yang sejenisnya bukanlah naluri itu sendiri, melainkan hanya penampakan-penampakan dari satu naluri, yaitu naluri untuk
mempertahankan diri (gharizah al-baqa`).

Demikian pula kecenderungan terhadap wanita karena syahwat atau rasa sayang, kecenderungan untuk menyelamatkan orang yang tenggelam, kecenderungan untuk menolong orang yang sangat membutuhkan, dan yang lainnya. Semua itu bukanlah naluri itu sendiri, melainkan hanya penampakan penampakan dari satu naluri, yaitu naluri untuk melestarikan jenis. Naluri ini bukanlah naluri seksual (gharîzah al-jinsi) sebab hubungan seks kadang-kadang bisa terjadi antara manusia dan hewan. Hanya saja, kecenderungan yang alami adalah dari manusia kepada manusia lain atau dari hewan terhadap hewan lain.

Sebaliknya,
Kecenderungan seksual manusia terhadap hewan, misalnya, adalah suatu penyimpangan (abnormal), bukan sesuatu yang alami. Kecenderungan semacam ini tidak mungkin terjadi secara alami, melainkan terjadi karena penyimpangan. Naluri merupakan kecenderungan yang bersifat alami. Begitu juga kecenderungan laki-laki kepada sesama laki-laki, adalah suatu penyimpangan, bukan sesuatu yang alami. Kecenderungan semacam ini juga tidak mungkin terjadi secara alami, melainkan terjadi karena penyimpangan. Dengan demikian, kecenderungan seksual kepada wanita, kecenderungan untuk menyayangi ibu, dan kecenderungan untuk menyayangi anak perempuan, semuanya termasuk penampakan dari naluri untuk melestarikan jenis.

Sebaliknya, kecenderungan seksual dari manusia terhadap hewan atau dari laki-laki kepada sesama laki-laki bukan merupakan kecenderungan yang alami, melainkan merupakan penyimpangan dari naluri. Walhasil, naluri yang sebenarnya adalah naluri untuk melestarikan jenis (gharîzah an-nau‘), bukan naluri seksual (gharîzah al-jinsi). Tujuannya adalah demi kelestarian jenis manusia, bukan demi kelestarian jenis hewan.

Demikian pula kecenderungan untuk beribadah kepada Allah, untuk mengagungkan para pahlawan, dan untuk menghormati orang-orang kuat. Semua itu merupakan penampakan dari satu naluri, yaitu naluri beragama (gharîzah attadayyun) atau pensakralan (at-taqdîs).

Semua naluri di atas ada pada manusia karena pada diri manusia terdapat perasaan alamiah ingin mempertahankan eksistensi dirinya dan ingin agar keberadaannya senantiasa kekal. Ketika manusia menghadapi segala sesuatu yang mengancam kelestariannya, pada dirinya akan segera muncul perasaan yang sesuai dengan jenis ancaman tersebut, seperti : perasaan takut, ingin melaksanakan sesuatu aktivitas, sikap kikir, atau ingin memberikan sesuatu, perasaan ingin menyendiri atau ingin berkelompok, dan sebagainya sesuai dengan pandangannya. Oleh karena itu, pada dirinya akan terwujud perasaan yang akan mendorongnya untuk melakukan suatu perilaku, sehingga akan terlihat padanya penampakan-penampakan berupa perilaku yang muncul dari perasaan ingin mempertahankan diri.

Pada diri manusia juga terdapat perasaan untuk mempertahankan jenis manusia, karena punahnya manusia akan mengancam kelestariannya. Artinya, setiap ada sesuatu yang mengancam kelestarian jenisnya, akan timbullah perasaan dalam dirinya secara alami sesuai dengan ancaman tersebut. Melihat wanita cantik akan membangkitkan syahwat pada diri seorang laki-laki. Melihat ibu akan membangkitkan perasaan sayang terhadapnya.

Melihat anak-anak akan membangkitkan perasaan kasih sayang.
Semua itu akan menimbulkan adanya perasaan yang mendorongnya untuk melakukan suatu perilaku sehingga akan tampak padanya penampakan berupa perilaku yang kadang-kadang tepat dan kadang-kadang tidak tepat. Begitu juga kelemahannya dalam memuaskan perasaan ingin mempertahankan diri dan jenisnya. Keadaan seperti ini akan membangkitkan perasaan-perasaan yang lain, yaitu berserah diri dan tunduk kepada sesuatu yang menurut perasaannya berhak ditaati dan diikuti perintahnya. Oleh karena itu, ada manusia yang berserah diri hanya kepada Allah, ada yang memuji pemimpin bangsanya, dan ada pula yang mengagungkan orang orang kuat. Semua itu muncul dari perasaan akan kelemahan yang alami pada dirinya.

Dengan demikian, asal-usul berbagai naluri adalah perasaan untuk mempertahankan diri, mempertahankan jenisnya, serta perasaan akan kelemahan yang alami. Dari perasaan-perasaan semacam ini, lahirlah berbagai perilaku yang merupakan penampakan dari ketiga naluri yang alami itu. Seluruh penampakan darinya dapat dikembalikan pada ketiga naluri tersebut. Walhasil, naluri manusia hanya terdiri dari ketiga jenis naluri ini, tidak ada selain itu.

Hanya ada 3 jenis Fitrah, 
Yaitu perasaan yang muncul secara Alami untuk mempertahankan diri, melestarikan keturunan dan kecendrungan untuk beribadah kepada Allah. Kemudian perasaan perasaaan lain yang muncul kemudian adalah berupa pengaruh dari ketiga fitrah itu yang dipengaruhi lingkungan dan keyakinan dalam aktifitas berfikir seseorang.

Jika mengatakan selingkuh itu fitrah,
tentu saja itu penyimpangan, Taqiyyudin mengatakan Abnormal. seperti halnya aktifitas seksual laki laki dengan laki atau wanita yang menyukai wanita.

Sekali lagi saya katakan, para kaum banci, gays dan lesbian adalah ABNORMAL.

Dalam kesimpulan catatan ini,
saya ingin menekankan sekali lagi. Bahwasannya cinta atau perasaan suka, sayang dan sebagainya adalah sebuah cabang atau penampakan dari fitrah yang ditanamkan Allah sebagai kecendrungan manusia untuk melestarikan keturunan yang kemudian pada praktiknya terjadi penyimpangan. 

Bukan fitrah itu sendiri.
Hanya penampakan dari Fitrah, yang cendrung bisa kita kendalikan, dibendung atau kita hapus.
Sementara fitrah manusia untuk melestarikan diri, mempertahankan jenis dan naluri hati untuk mengenal Allah adalah Fitrah yang tidak bisa diubah, dihapus atau ditahan.   

Adalah benar bahwasannya dalam setiap ruh itu ada cahaya Nur Illahi, hanya kecendrungan dan prilaku manusia yang kemudian melenyapkan atau memupuknya hingga Iman itu timbul.

Dan Islam telah menuntunnya dengan sempurna.
Dan Allah yang Maha Berkehendak telah memberinya Hidayah atau Menutup hatinya.
Wallahu'alam

Hukum Hukum yang Allah subhanahuwwata'la gariskan tidak selayaknya di sambungkan dengan logika, tapi aktifitas pemikiran kita yang harus diselaraskan dengan informasi dari Al Qur'an dan diterangkan dengan Al Hadits.  

Demikian, 
Sebenarnya Artikel ini adalah jawaban dari saudari Anty Kudus di inbox yang menanyakan "Apakah boleh laki laki yang sudah beristri mencintai Gadis lain, sedangkan Islam membolehkan Polygami? Bukankan sebelum polygami itu terjadi ada Cinta - dan cinta itu sendiri muncul atas fase fase... "

Semoga Artikel ini menjawab hingga tuntas dilihat dari sudut pandang tentang dari mana "Cinta itu Muncul" dan penyimpangnan penyimpangannya,

Wassalamualaikum warohmatullahi wbarokatuh. 

Nuruddin Al Indunissy 
Riyadh 2011

Disimak catatan lainya di
Official Page Catatan NAI:
 insha Allah setiap catatan yang di release akan di update ke inbox member yang telah bergabung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar