Selasa, 31 Mei 2011

Do'a dan Makanan


 Suatu hari, Sa'd ibn Abi Waqqash bersiaga menjagai Nabi SAW dengan sepenuh kewaspadaan, gigih menahan lelah, kantuk, & dingin malam. Sa'd, sang pemanah ulung yang dalam 100 bidikan tiada satupun meleset itu tadinya mendengar gumam Sang Nabi, "Adakah lelaki Shalih yang malam ini kan menjaga kami?" Bergegaslah dia sedia. Kisah tentang suara gemuruh di ujung Madinah, kegesitan Sa'd, & lebih trengginasnya Nabi yang mendahului memeriksa & justru menenangkan penjaganya, telah kita kenal. Lalu malam itu, Sa'd menyiapkan air wudhu RasuluLlah & keperluan shalatnya. Welas asih Sang Nabi memandangnya lalu bersabda, "Mintalah sesuatu padaku hai Sa'd aku akan memintakannya pada Allah untukmu." Maka Sa'd santun menjawab, "Mintakanlah pada Allah, ya RasulaLlah, agar #Doa ku mustajab!"
Nabi tersenyum mendengar pinta yang sungguh cerdas itu. Lalu beliau bersabda, "Bantulah aku hai Sa'd, dengan memperbaiki makananmu." Apa hubungan antara perbaikan makanan dengan mustajabnya #Doa? Sungguh agung sekali Islam, yang kesucian menjadi salah satu asasnya.
Satu hari, RasuluLlah baca di hadapan sahabat 2 ayat; yakni QS 23: 51 & QS 2: 168 yang memerintahkan para Rasul hingga semua insan memakan rizqi Allah yang halal & baik. Beliau SAW kemudian bercerita tentang seorang musafir di padang pasir, yang berpuasa yang bekalnya dicuri kawan, & tersesat dalam perjalanan; lalu dia mengangkat tangannya ke langit untuk ber #doa, "Ya Rabb! Ya Rabb!" "Tetapi bagaimana mungkin akan dikabulkan", ujar Nabi mengomentari, "Sementara yang dimakannya haram, yang dikenakannya pun haram." Orang yang disebut dalam kisah, memiliki 4 keutamaan yang menjamin #doa nya terkabul: 1)musafir 2)puasa 3)dizhalimi 4)mengangkat tangan. Tapi perkara haram yang melekati tubuh, telah menghalangi sampainya #doa itu ke sisi Allah SWT.
Sesungguhnya Allah itu Thayyib, Dia tidak menerima kecuali yang Thayyib (halal, suci, & baik). Tertolaknya #doa, boleh jadi sebab adanya hal haram yang tumbuh di tubuh. Dalam rangkaian ayat-ayat tentang puasa (QS 2: 183-187), kita menemukan ayat 186 yang bicara tentang #doa. Sebab puasa sebagai ibadah erat kaitannya dengan pembersihan lahiriah & penjagaan perut dari mengasup bukan cuma yang syubhat, apalagi haram, melainkan bahkan yang halal sejak terbit fajar hingga terbenam mentari. Maka puasa adalah taqwa; jika yang halal saja bisa kita hindari,hal-hal yang haram, menjadi garansi sampainya sinyal-sinyal #doa kita pada Allah nan di atas 'Arsy. Setelah itu terserah padaNya dalam bentuk apa Dia akan menjawab #doa-doa kita; boleh jadi sesuai yang kita minta, atau dihindarkan dari petaka, atau diberi yang jauh lebih baik darinya, atau ditunda sampai tiba saat terbaik menurutNya, atau disimpan sebagai kejutan karunia kelak di surga.
Saya ingat waktu pertama mengaji Fiqh Puasa; tertakjub hati membaca bahwa salah satu pembatal puasa adalah 'muntah DENGAN SENGAJA'. Saya bergumam-tanya, "Alangkah sia-sia & kurang kerjaan dia yang muntah dengan sengaja! Mana ada?" Menginjak SD, saya baru faham ada suatu masa, di mana orang begitu takut sebab mendengar sabda Nabi-Nya, "Daging yang tumbuh dari makanan haram, tiada yang pantas baginya kecuali api neraka!" Maka di zaman itu, memeriksa kembali apa yang terlanjur ditelan, lalu memuntahkannya jika terbukti -atau terragukan- mengandung keharaman dalam zat maupun cara perolehan; adalah perbuatan yang umum & wajar dilakukan. Lihatlah misalnya Ash Shiddiq Abu Bakr yang suatu hari pulang, saat sang isteri menyediakan roti beserta kuah daging di meja makan. Lapar & percaya telah melailaikannya dari bertanya asal-usul hidangan di meja sebagaimana kebiasaannya. Maka dinikmatinya segera. Sang isteri menegur & mengatakan bahwa yang bawakan hidangan itu adalah tetangga. Telisik pada pembantu menjadikannya tahu bahwa seorang tukang ramal-lah asal mula hadiah itu. Sigap dia susupkan 3 jari ke pangkal lidah, & dimuntahkanlah semua yang termampu. ngapa generasi lalu begitu gigih muntah dengan sengaja untuk bersihkan perutnya? Pada yang terlanjur & kita tak tahu, bukankah Allah Maha Pengampun? Ya, kata Asy Syafi'i, memang diampuni. Tapi pengaruh unsur haram pada tubuh tak serta merta ikut luruh. Ia masih tetap menghalangi pancaran doa. Bahkan anggota tubuh yang tumbuh dari barang haram, mudah berresonansi dengan frekuensi kemaksiatan. Mata yang disuplai gizi nan haram, tertagih menikmati pandangan haram. Juga telinga, suka mendengarkan ketakbaikan. Lidah yang tumbuh dari rizqi terdosa, lebih ringan memfitnah, mencela, bergunjing, & berdusta. Tangan jadi lebih tega menzhalimi. Dan kakipun jadi sulit dikendalikan dari langkahnya ke tempat kemaksiatan. Semoga Allah jaga kita semua dari segala yang demikian. Shalih(in+at), mari bermesra padaNya dengan #doa. Dan untuk hantarkan ia berjawab di sisiNya, yuk jaga halal & thayyibnya makanan kita :)

sumber : Kulwit Ustd. Salim Afillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar