Selasa, 31 Mei 2011

Do'a dan Makanan


 Suatu hari, Sa'd ibn Abi Waqqash bersiaga menjagai Nabi SAW dengan sepenuh kewaspadaan, gigih menahan lelah, kantuk, & dingin malam. Sa'd, sang pemanah ulung yang dalam 100 bidikan tiada satupun meleset itu tadinya mendengar gumam Sang Nabi, "Adakah lelaki Shalih yang malam ini kan menjaga kami?" Bergegaslah dia sedia. Kisah tentang suara gemuruh di ujung Madinah, kegesitan Sa'd, & lebih trengginasnya Nabi yang mendahului memeriksa & justru menenangkan penjaganya, telah kita kenal. Lalu malam itu, Sa'd menyiapkan air wudhu RasuluLlah & keperluan shalatnya. Welas asih Sang Nabi memandangnya lalu bersabda, "Mintalah sesuatu padaku hai Sa'd aku akan memintakannya pada Allah untukmu." Maka Sa'd santun menjawab, "Mintakanlah pada Allah, ya RasulaLlah, agar #Doa ku mustajab!"
Nabi tersenyum mendengar pinta yang sungguh cerdas itu. Lalu beliau bersabda, "Bantulah aku hai Sa'd, dengan memperbaiki makananmu." Apa hubungan antara perbaikan makanan dengan mustajabnya #Doa? Sungguh agung sekali Islam, yang kesucian menjadi salah satu asasnya.
Satu hari, RasuluLlah baca di hadapan sahabat 2 ayat; yakni QS 23: 51 & QS 2: 168 yang memerintahkan para Rasul hingga semua insan memakan rizqi Allah yang halal & baik. Beliau SAW kemudian bercerita tentang seorang musafir di padang pasir, yang berpuasa yang bekalnya dicuri kawan, & tersesat dalam perjalanan; lalu dia mengangkat tangannya ke langit untuk ber #doa, "Ya Rabb! Ya Rabb!" "Tetapi bagaimana mungkin akan dikabulkan", ujar Nabi mengomentari, "Sementara yang dimakannya haram, yang dikenakannya pun haram." Orang yang disebut dalam kisah, memiliki 4 keutamaan yang menjamin #doa nya terkabul: 1)musafir 2)puasa 3)dizhalimi 4)mengangkat tangan. Tapi perkara haram yang melekati tubuh, telah menghalangi sampainya #doa itu ke sisi Allah SWT.
Sesungguhnya Allah itu Thayyib, Dia tidak menerima kecuali yang Thayyib (halal, suci, & baik). Tertolaknya #doa, boleh jadi sebab adanya hal haram yang tumbuh di tubuh. Dalam rangkaian ayat-ayat tentang puasa (QS 2: 183-187), kita menemukan ayat 186 yang bicara tentang #doa. Sebab puasa sebagai ibadah erat kaitannya dengan pembersihan lahiriah & penjagaan perut dari mengasup bukan cuma yang syubhat, apalagi haram, melainkan bahkan yang halal sejak terbit fajar hingga terbenam mentari. Maka puasa adalah taqwa; jika yang halal saja bisa kita hindari,hal-hal yang haram, menjadi garansi sampainya sinyal-sinyal #doa kita pada Allah nan di atas 'Arsy. Setelah itu terserah padaNya dalam bentuk apa Dia akan menjawab #doa-doa kita; boleh jadi sesuai yang kita minta, atau dihindarkan dari petaka, atau diberi yang jauh lebih baik darinya, atau ditunda sampai tiba saat terbaik menurutNya, atau disimpan sebagai kejutan karunia kelak di surga.
Saya ingat waktu pertama mengaji Fiqh Puasa; tertakjub hati membaca bahwa salah satu pembatal puasa adalah 'muntah DENGAN SENGAJA'. Saya bergumam-tanya, "Alangkah sia-sia & kurang kerjaan dia yang muntah dengan sengaja! Mana ada?" Menginjak SD, saya baru faham ada suatu masa, di mana orang begitu takut sebab mendengar sabda Nabi-Nya, "Daging yang tumbuh dari makanan haram, tiada yang pantas baginya kecuali api neraka!" Maka di zaman itu, memeriksa kembali apa yang terlanjur ditelan, lalu memuntahkannya jika terbukti -atau terragukan- mengandung keharaman dalam zat maupun cara perolehan; adalah perbuatan yang umum & wajar dilakukan. Lihatlah misalnya Ash Shiddiq Abu Bakr yang suatu hari pulang, saat sang isteri menyediakan roti beserta kuah daging di meja makan. Lapar & percaya telah melailaikannya dari bertanya asal-usul hidangan di meja sebagaimana kebiasaannya. Maka dinikmatinya segera. Sang isteri menegur & mengatakan bahwa yang bawakan hidangan itu adalah tetangga. Telisik pada pembantu menjadikannya tahu bahwa seorang tukang ramal-lah asal mula hadiah itu. Sigap dia susupkan 3 jari ke pangkal lidah, & dimuntahkanlah semua yang termampu. ngapa generasi lalu begitu gigih muntah dengan sengaja untuk bersihkan perutnya? Pada yang terlanjur & kita tak tahu, bukankah Allah Maha Pengampun? Ya, kata Asy Syafi'i, memang diampuni. Tapi pengaruh unsur haram pada tubuh tak serta merta ikut luruh. Ia masih tetap menghalangi pancaran doa. Bahkan anggota tubuh yang tumbuh dari barang haram, mudah berresonansi dengan frekuensi kemaksiatan. Mata yang disuplai gizi nan haram, tertagih menikmati pandangan haram. Juga telinga, suka mendengarkan ketakbaikan. Lidah yang tumbuh dari rizqi terdosa, lebih ringan memfitnah, mencela, bergunjing, & berdusta. Tangan jadi lebih tega menzhalimi. Dan kakipun jadi sulit dikendalikan dari langkahnya ke tempat kemaksiatan. Semoga Allah jaga kita semua dari segala yang demikian. Shalih(in+at), mari bermesra padaNya dengan #doa. Dan untuk hantarkan ia berjawab di sisiNya, yuk jaga halal & thayyibnya makanan kita :)

sumber : Kulwit Ustd. Salim Afillah

Senin, 30 Mei 2011

MERUBAH CINTA MENJADI KASIH


(¯`*•.¸_..ƸӜƷ.._¸.•*´¯)(¯`*•.¸_..ƸӜƷ.._¸.•*´¯) 
Jangan pernah katakan cinta
Jika kamu tidak pernah peduli

Jangan bicara tentang perasaan
Jika rasa itu tidak pernah ada

Jangan pernah genggam jemari
Jika berniat membuat patah hati

Jangan pernah katakan selamanya
Jika berniat untuk berpisah

Jangan pernah menatap mataku
Jika yang kamu ucapkan adalah kebohongan

Jangan pernah ucapkan "Halo"
Jika berniat mengucapkan "Selamat Tinggal"

Jangan pernah bilang kalau "Akulah satu-satunya"
Jika kamu mengimpikan yang lainnya

Jangan pernah mengunci hatiku
Jika kamu tidak punya kuncinya

Cinta itu akan menjadi kematian bagimu,

kalo kamu...terperangkap olehnya.
Cinta bagai misteri datang dan pergi tanpa permisi.

Kamu tak perlu mencarinya... 

Karena cinta akan datang pada waktu yang tepat.
Kamu tak dapat membelinya...

karena harga sebuah cinta sangatlah mahal

Cinta akan lahir pada saat yang tepat tanpa kita ketahui kapan, 
dan tanpa kita ketahui kepada siapa.

Jika suatu hari pasangan anda mengatakan "Aku tak mencintaimu lagi", 
susah bagi sebagian orang.

Biarkan berlalu karena cinta tak dapat dipaksakan.

Jika cinta dipaksakan cinta tersebut layaknya akan dapat meledak menjadi kebencian.
Cinta akan datang kembali kepada kamu suatu waktu, 

Entah kapan... pokoknya pada waktu yang tepat menurut ukuran Allah.


Allah tak akan membiarkan kamu sendirian.
Allah tak akan membiarkan kamu sendirian.

Percaya dan Yakinkan itu...

Lalu bagaimana dengan perasaan kamu kalo kamu ditinggal ama cinta ?

Simpanlah dalam-dalam cinta tersebut.

Kenanglah sebagai bagian dari pengalaman hidupmu.

Menangislah jika perlu.
Berbahagialah karena anda pernah dicintai, 

berbahagia karena cinta pernah ada di hatimu. 

Dan instropeksi akan kekurangan kita.


Bagi yang cowok... 

Jangan pernah jadikan kecantikan sebagai ukuran kamu untuk mencintai seseorang 

karena akan sangat gampang sekali membuat cinta terus menguasai dirimu. 

Tapi pandanglah jauh ke depan dan pikirkan baik-baik 

karena semua akan menyangkut masa depanmu.


Bagi yang cewek... 

Jangan jadikan uang, kedudukan dan segala yang fana jadi titik point dari Cintamu.. 

karena akan sangat gampang sekali uang, kedudukan dan segala yang fana akan membutakan cintamu.
Seolah-olah engkau hanya cinta akan uang, kedudukan dan segala yang fana 

daripada kamu sendiri merasakan cinta itu

Bagaimana jika cinta hilang dalam sebuah perkawinan ?
Dalam suatu perkawinan, cinta adalah cinta yang harus dipertanggungjawabkan.. 

kepada Tuhan dan kepada suami/istri dan kepada anak (jika ada).
Kamu nggak bisa pergi begitu saja dengan mengatakan "Aku tak mencintai kamu lagi."


Dalam sebuah perkawinan

"ANDA" adalah dua menjadi satu

"ANDA" adalah suami/istri dan kamu sendiri.

Jangan turuti kemauan anda tapi turuti kemauan "ANDA".
Bagi anda yang mencintai, ubahlah makna cinta menjadi KASIH.


Cinta itu bersemayam di dalam hati (bukan di otak atau pikiran), 

jika hati anda penuh dengan kasih, cinta tak akan pernah hilang dari diri anda.


Kasih itu sabar ;

Kasih tidak cemburu ;
Kasih menerima apa adanya dan memberi yang ada ;


Kasih itu komitmen..

sehingga seseorang yang memiliki kasih tak akan melupakan cintanya ;

Kasih itu mengampuni dan memaafkan :
Kasih adalah Cinta Sejati karena berasal dari Tuhan. 

Tanamkan Kasih di hati anda sejak awal maka Cinta anda tak akan hilang

Tanamkan kasih maka kamu akan bertahan... 

jika kekasihmu mengatakan, "Aku tak mencintaimu lagi" 

Berat memang, apalagi jika kita masih mengasihi dia.
Jika kamu dan pasangan kamu memiliki kasih, 

kamu berdua boleh mengatakan : "Orang ketiga ? Siapa takutttt"


Segala perubahan butuh waktu.



(Sri Purna Ciptati)



http://kata2-hikmah-ofa.blogspot.com/2011/05/mengubah-cinta-menjadi-kasih.html

http://kata2hikmah0fa.wordpress.com/2011/05/08/merubah-cinta-menjadi-kasih/


Semoga bermanfaat


Salam Ukhuwah fillah

♫♥♥♫♥♫♥♫♥♥♫♥♫

(Arif Ashadi Rindu Ibu )

Minggu, 29 Mei 2011

kisah Ibn Hajar Al 'Asqalani


Mari takjubi kisah para Shalihin. Pada ilmu & daya ruhani mereka terkandung cahaya Allah. Maka bahkan ejekannya pun jadi jalan hidayah.

Seperti kisah Ibn Hajar Al 'Asqalani; penulis Fathul Bari yang termasyhur itu, ketika suatu hari melintas dengan kereta mewahnya. Beliau dicegat oleh seorang Yahudi penjual minyak ter. Penampilan keduanya bertolak belakang. Ibnu Hajar tampak anggun & megah, sementara Yahudi penjual minyak ter itu dekil, compang-camping, berbau busuk, & kumal. Dicegatnya Ibnu Hajar lalu dia bertanya. "Nabimu mengatakan bahwa dunia adalah penjara bagi orang mukmin & surganya orang kafir <HR Muslim>, benarkah demikian?", ujarnya. "Betul, demikianlah sabda beliau SAW", sahut Ibnu Hajar tersenyum. "Kalau begitu akulah mukmin & kamu kafir!", hardik si Yahudi. "Oh", sahut Ibnu Hajar sembari tersenyum lagi, "Mengapa bisa demikian hai Ahli Kitab yang malang?" Jawab si Yahudi, "Coba lihat aku hidup dalam susah dan nestapa sebagai penjual minyak ter, maka aku merasa terpenjara, maka aku mukmin. Sementara kamu hidup mewah dan megah, maka kamu seperti di surga, sehingga sesuai hadits tadi, kamu adalah orang kafir." Ibnu Hajar menyimak.
Setelah tersenyum lagi, beliau berkata, "Sudikah jika aku jelaskan padamu makna yang benar dari hadits itu duhai cucu Israil?"
"Dunia adalah penjara bagi seorang mukmin seperti diriku, sebab segala kemewahan yang kunikmati sekarang, tak ada apa-apanya dibandingkan apa yang Allah sediakan untuk kami di surga. Dalam kemewahan ini, kami menanti nikmat yang jauh lebih berlipat. Maka hakikatnya, dunia ini penjara buat kami. Sementara kau, di dunia memang payah & menderita, tapi semua nestapamu itu tiada artinya dibanding apa yang Allah sediakan bagimu kelak di neraka. Duniamu yang menyiksa itu, sungguh adalah surga tempatmu masih bisa tersenyum, makan, & minum; menanti siksa abadi kelak di neraka sejati." Yahudi penjual ter itu ternganga. Lalu dengan mata berkaca-kaca, dia berkata lirih, "Asyhadu anlaa Ilaaha illaLlaah, wa asyhadu anna Muhammmadan RasulaLlah.."
Segera, tanpa memedulikan pakaiannya yang mungkin terkotori, Ibnu Hajar memeluk si penjual minyak ter yang kini telah berislam. "Selamat datang! Selamat datang saudaraku! Selamat atas hidayah Allah padamu, pujian hanya milikNya!" Mereka berrangkulan erat. Hari itu, si penjual minyak ter dibawa Ibnu Hajar ke rumahnya, dididik, & akhirnya menjadi salah seorang muridnya yang utama.
Begitulah kekuatan ilmu & #ruhani yang tersambung ke langit suci. Orang Shalih itu mengilhami, bahkan 'ejekan'nya, jadi jalan hidayah:)


Minggu, 15 Mei 2011

"Fitrah Yang Salah"


oleh Nuruddin Al-Indunissy pada 15 Mei 2011 jam 20:40

"Fitrah adalah 'Ketetapan' Allah yang ditentukan kepada setiap umat manusia sejak awal penciptaannya yang berupa sifat atau 'kecendrungan alami' terhadap sesuatu yang akan muncul dengan sendirinya secara batinniyah tanpa pengaruh dari luar".

Seorang suami yang tidak bahagia bisa saja 'menyayangi' wanita lain dan dengan mudahnya mengatakan "Mencintai adalah Fitrah!" begitu juga istri yang tidak bahagia lalu MENCINTAI laki laki lain dibelakang suami lalu terlibat perselingkuhan dalam diam dan masih mengatakan "Ini adalah bagian dari fitrah...."

Hingga kemudian para remaja kota meyakini kisah Cinta mereka, yang kemudian bersatu dalam ikatan indah "Pacaran" itu mendefinisikan dan menjadi bagian dari Fitrah manusia yang telah ditanamkan Allah dalam penciptaan manusia?. 

Kata fitrah ini sering dijadikan pembelaan atau pembenaran saat hati seseorang terjebak sebuah perasaan, lalu dengan serta merta menghalalkannya dan mengatakan "Ini adalah Fitrah!"

Bismillahirahmanirahim.
Mari kita bahas secara terperinci.
Saya mulai dengan definisi fitrah menurut pengetahuan saya, 

Fitrah adalah 'Ketetapan' Allah yang ditentukan kepada setiap umat manusia sejak awal penciptaannya yang berupa sifat atau 'kecendrungan alami' terhadap sesuatu yang akan muncul dengan sendirinya secara batinniyah tanpa pengaruh dari luar.

Sahabat pena.
Dalam bahasa ingris, fitrah disebut a natural tendency atau sebuah kecendrungan alami. 

Dalam ilmu sosiologi, para sosiolog barat telah mendefinisikan fitrah/naluri manusia itu kepada berbagai kategori dan dewasa ini mereka terus menemukan fitrah fitrah manusia lainya hingga mereka menyimpulkan bahwa fitrah manusia itu terus tercipta dan tidak terbatas? 

Tentu saja ini adalah pemikiran serius yang salah.
Karena fitrah itu telah diciptakan Allah pada setiap jiwa dan itu tidak mengalami sebuah perubahan. 

Allah Subhana Huwwa Taala berfirman:

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui", (Qs Ar Rum 30)

Saya tertarik mengutif kembali sebuah buku yang ditulis oleh Taqiyuddin an-Nabhani yang berjudul Hakikat Berfikir. Mohon dibaca dengan teliti;

Taqiyuddin an-Nabhani mendefinisikan fitrah sebagai daya kehidupan yang mendasar.
Daya kehidupan yang mendasar - atau naluri manusia - merupakan bagian integral dari hakikat manusia yang tidak mungkin diubah (dimodifikasi), dihapus, dan dibendung. Naluri-naluri tersebut mesti ada dengan berbagai penampakannya (mazhahir, manifestations).

Realitas naluri ini berbeda dengan penampakan dari naluri itu sendiri.
Penampakan naluri bukan bagian integral dari hakikat manusia sehingga bisa diubah, dihapus, dan dibendung. Sebagai contoh, di antara penampakan naluri mempertahankan diri (gharîzah albaqâ’, survival instinct) adalah sikap mementingkan diri sendiri dan sikap mementingkan orang lain. Adalah mungkin mengubah sikap mementingkan diri sendiri menjadi sikap mementingkan orang lain. Kita pun bahkan bisa menghapus dan membendung kedua penampakan tersebut.

Contoh lain adalah kecenderungan terhadap seorang wanita disertai syahwat dan kecenderungan untuk menyayangi ibu. Keduanya merupakan penampakan dari naluri melestarikan keturunan (gharîzah an-nau‘, species instinct). Naluri manusia untuk melestarikan keturunan tidak mungkin diubah, dihapus, dan dibendung. Yang mungkin adalah mengubah, menghapus dan membendung berbagai penampakannya.

Misalkan, di antara penampakan naluri ini adalah kecenderungan kepada wanita dengan syahwat. Begitu juga kecenderungan untuk menyayangi ibu, saudara perempuan, dan anak perempuan. Adalah mungkin mengubah kecenderungan kepada wanita yang disertai syahwat dengan kecenderungan menyayangi ibu.

Artinya, rasa sayang kepada ibu akan bisa menggantikan kecenderungan kepada wanita yang disertai syahwat, sebagaimana dimungkinkan mengganti sikap mementingkan diri sendiri dengan sikap mementingkan orang lain. Sering terjadi, rasa sayang terhadap ibu mengalihkan seseorang dari kecenderungan terhadap istrinya, bahkan dari pernikahan dan hasrat seksualnya.

Sebaliknya, sering pula terjadi, hasrat seksual kepada isteri memalingkan seorang laki-laki dari rasa sayang kepada ibunya. Jadi, penampakan mana saja dari naluri melestarikan keturunan akan bisa menggantikan penampakan yang lain. Demikian juga satu penampakan bisa diubah menjadi penampakan yang lain.

Walhasil, penampakan dari suatu naluri bisa diubah, bahkan bisa dibendung dan dihapus. Ini dikarenakan naluri merupakan bagian integral dari hakikat manusia, sedangkan penampakan dari naluri itu bukan bagian integral dari hakikat
manusia.

Dari penjelasan di atas maka terbukti bahwa para ahli psikologi telah melakukan kesalahan dalam memahami naluri manusia. Mereka awalnya membatasi naluri-naluri tersebut, tetapi kemudian tidak lagi membatasinya.

Sebenarnya,
Naluri (gharâ’iz) yang ada dalam manusia hanya terdiri dari tiga jenis naluri saja, yaitu :
(1) naluri mempertahankan diri (gharîzah al-baqâ’);
(2) naluri melestarikan jenis (gharîzah an-nau‘);
(3) naluri beragama (gharîzah at-tadayyun) atau pensakralan (at-taqdis).

Manusia senantiasa berusaha untuk mempertahankan eksistensi dirinya.
Oleh karena itu, manusia mempunyai keinginan untuk memiliki sesuatu, memiliki rasa takut, terdorong untuk melakukan sesuatu, mempunyai hasrat untuk berkelompok, dan sejumlah perbuatan lainnya dalam rangka mempertahankan
eksistensi dirinya. Dengan demikian, rasa takut, kecenderungan untuk memiliki sesuatu, keberanian, dan yang sejenisnya bukanlah naluri itu sendiri, melainkan hanya penampakan-penampakan dari satu naluri, yaitu naluri untuk
mempertahankan diri (gharizah al-baqa`).

Demikian pula kecenderungan terhadap wanita karena syahwat atau rasa sayang, kecenderungan untuk menyelamatkan orang yang tenggelam, kecenderungan untuk menolong orang yang sangat membutuhkan, dan yang lainnya. Semua itu bukanlah naluri itu sendiri, melainkan hanya penampakan penampakan dari satu naluri, yaitu naluri untuk melestarikan jenis. Naluri ini bukanlah naluri seksual (gharîzah al-jinsi) sebab hubungan seks kadang-kadang bisa terjadi antara manusia dan hewan. Hanya saja, kecenderungan yang alami adalah dari manusia kepada manusia lain atau dari hewan terhadap hewan lain.

Sebaliknya,
Kecenderungan seksual manusia terhadap hewan, misalnya, adalah suatu penyimpangan (abnormal), bukan sesuatu yang alami. Kecenderungan semacam ini tidak mungkin terjadi secara alami, melainkan terjadi karena penyimpangan. Naluri merupakan kecenderungan yang bersifat alami. Begitu juga kecenderungan laki-laki kepada sesama laki-laki, adalah suatu penyimpangan, bukan sesuatu yang alami. Kecenderungan semacam ini juga tidak mungkin terjadi secara alami, melainkan terjadi karena penyimpangan. Dengan demikian, kecenderungan seksual kepada wanita, kecenderungan untuk menyayangi ibu, dan kecenderungan untuk menyayangi anak perempuan, semuanya termasuk penampakan dari naluri untuk melestarikan jenis.

Sebaliknya, kecenderungan seksual dari manusia terhadap hewan atau dari laki-laki kepada sesama laki-laki bukan merupakan kecenderungan yang alami, melainkan merupakan penyimpangan dari naluri. Walhasil, naluri yang sebenarnya adalah naluri untuk melestarikan jenis (gharîzah an-nau‘), bukan naluri seksual (gharîzah al-jinsi). Tujuannya adalah demi kelestarian jenis manusia, bukan demi kelestarian jenis hewan.

Demikian pula kecenderungan untuk beribadah kepada Allah, untuk mengagungkan para pahlawan, dan untuk menghormati orang-orang kuat. Semua itu merupakan penampakan dari satu naluri, yaitu naluri beragama (gharîzah attadayyun) atau pensakralan (at-taqdîs).

Semua naluri di atas ada pada manusia karena pada diri manusia terdapat perasaan alamiah ingin mempertahankan eksistensi dirinya dan ingin agar keberadaannya senantiasa kekal. Ketika manusia menghadapi segala sesuatu yang mengancam kelestariannya, pada dirinya akan segera muncul perasaan yang sesuai dengan jenis ancaman tersebut, seperti : perasaan takut, ingin melaksanakan sesuatu aktivitas, sikap kikir, atau ingin memberikan sesuatu, perasaan ingin menyendiri atau ingin berkelompok, dan sebagainya sesuai dengan pandangannya. Oleh karena itu, pada dirinya akan terwujud perasaan yang akan mendorongnya untuk melakukan suatu perilaku, sehingga akan terlihat padanya penampakan-penampakan berupa perilaku yang muncul dari perasaan ingin mempertahankan diri.

Pada diri manusia juga terdapat perasaan untuk mempertahankan jenis manusia, karena punahnya manusia akan mengancam kelestariannya. Artinya, setiap ada sesuatu yang mengancam kelestarian jenisnya, akan timbullah perasaan dalam dirinya secara alami sesuai dengan ancaman tersebut. Melihat wanita cantik akan membangkitkan syahwat pada diri seorang laki-laki. Melihat ibu akan membangkitkan perasaan sayang terhadapnya.

Melihat anak-anak akan membangkitkan perasaan kasih sayang.
Semua itu akan menimbulkan adanya perasaan yang mendorongnya untuk melakukan suatu perilaku sehingga akan tampak padanya penampakan berupa perilaku yang kadang-kadang tepat dan kadang-kadang tidak tepat. Begitu juga kelemahannya dalam memuaskan perasaan ingin mempertahankan diri dan jenisnya. Keadaan seperti ini akan membangkitkan perasaan-perasaan yang lain, yaitu berserah diri dan tunduk kepada sesuatu yang menurut perasaannya berhak ditaati dan diikuti perintahnya. Oleh karena itu, ada manusia yang berserah diri hanya kepada Allah, ada yang memuji pemimpin bangsanya, dan ada pula yang mengagungkan orang orang kuat. Semua itu muncul dari perasaan akan kelemahan yang alami pada dirinya.

Dengan demikian, asal-usul berbagai naluri adalah perasaan untuk mempertahankan diri, mempertahankan jenisnya, serta perasaan akan kelemahan yang alami. Dari perasaan-perasaan semacam ini, lahirlah berbagai perilaku yang merupakan penampakan dari ketiga naluri yang alami itu. Seluruh penampakan darinya dapat dikembalikan pada ketiga naluri tersebut. Walhasil, naluri manusia hanya terdiri dari ketiga jenis naluri ini, tidak ada selain itu.

Hanya ada 3 jenis Fitrah, 
Yaitu perasaan yang muncul secara Alami untuk mempertahankan diri, melestarikan keturunan dan kecendrungan untuk beribadah kepada Allah. Kemudian perasaan perasaaan lain yang muncul kemudian adalah berupa pengaruh dari ketiga fitrah itu yang dipengaruhi lingkungan dan keyakinan dalam aktifitas berfikir seseorang.

Jika mengatakan selingkuh itu fitrah,
tentu saja itu penyimpangan, Taqiyyudin mengatakan Abnormal. seperti halnya aktifitas seksual laki laki dengan laki atau wanita yang menyukai wanita.

Sekali lagi saya katakan, para kaum banci, gays dan lesbian adalah ABNORMAL.

Dalam kesimpulan catatan ini,
saya ingin menekankan sekali lagi. Bahwasannya cinta atau perasaan suka, sayang dan sebagainya adalah sebuah cabang atau penampakan dari fitrah yang ditanamkan Allah sebagai kecendrungan manusia untuk melestarikan keturunan yang kemudian pada praktiknya terjadi penyimpangan. 

Bukan fitrah itu sendiri.
Hanya penampakan dari Fitrah, yang cendrung bisa kita kendalikan, dibendung atau kita hapus.
Sementara fitrah manusia untuk melestarikan diri, mempertahankan jenis dan naluri hati untuk mengenal Allah adalah Fitrah yang tidak bisa diubah, dihapus atau ditahan.   

Adalah benar bahwasannya dalam setiap ruh itu ada cahaya Nur Illahi, hanya kecendrungan dan prilaku manusia yang kemudian melenyapkan atau memupuknya hingga Iman itu timbul.

Dan Islam telah menuntunnya dengan sempurna.
Dan Allah yang Maha Berkehendak telah memberinya Hidayah atau Menutup hatinya.
Wallahu'alam

Hukum Hukum yang Allah subhanahuwwata'la gariskan tidak selayaknya di sambungkan dengan logika, tapi aktifitas pemikiran kita yang harus diselaraskan dengan informasi dari Al Qur'an dan diterangkan dengan Al Hadits.  

Demikian, 
Sebenarnya Artikel ini adalah jawaban dari saudari Anty Kudus di inbox yang menanyakan "Apakah boleh laki laki yang sudah beristri mencintai Gadis lain, sedangkan Islam membolehkan Polygami? Bukankan sebelum polygami itu terjadi ada Cinta - dan cinta itu sendiri muncul atas fase fase... "

Semoga Artikel ini menjawab hingga tuntas dilihat dari sudut pandang tentang dari mana "Cinta itu Muncul" dan penyimpangnan penyimpangannya,

Wassalamualaikum warohmatullahi wbarokatuh. 

Nuruddin Al Indunissy 
Riyadh 2011

Disimak catatan lainya di
Official Page Catatan NAI:
 insha Allah setiap catatan yang di release akan di update ke inbox member yang telah bergabung